} h3.post-title{ text-align: center; } .post-title {text-align:center;} -->

FIQH BERINTERAKSI DENGAN ATSAR SALAF - 2

Fiqh Berinteraksi dengan Atsar Salaf 

Terjemah bebas dari: https://t.me/qnawithahmadbanajah/12985


PART 1  
|   PART 2

Faedah lain klik di sini dan di sini


قال أبو حاتم الرازي رحمه الله :

(علامة أهل البدع الوقيعة في أهل الأثر وعلامة الزنادقة تسميتهم أهل السنة حشوية يريدون إبطال الآثار وعلامة الجهمية تسميتهم أهل السنة مشبهة وعلامة القدرية تسميتهم أهل الأثر مجبرة وعلامة المرجئة تسميتهم أهل السنة مخالفة ونقصانية وعلامة الرافضة تسميتهم أهل السنة ناصبة)

📍حكم الأثر : صحيح

أخرجه اللالكائي في شرح أصول اعتقاد أهل السنة والجماعة (ج1/ص197) ) 

Abu Hatim al-Razi rahimahullah berkata:

"Tanda-tanda ahlul bid'ah adalah celaannya kepada ahlul atsar, tanda-tanda zanadiqah adalah menamai ahlus sunnah dengan sebutan hasyawiyyah untuk menolak atsar, tanda-tanda jahmiyyah adalah menamai ahlus sunnah dengan sebutan musyabbihah, tanda-tanda qadariyyah adalah menamai ahlul athar dengan sebutan mujabbirah, tanda-tanda murji'ah adalah menamai ahlus sunnah dengan sebutan mukhalifah dan naksyabandiyyah, dan tanda-tanda rafidhah adalah menamai ahlus sunnah dengan sebutan nashibah."

📍 Hukum (status) atsar: Sahih. 

Diriwayatkan oleh al-Lalika'i dalam kitab Syarh Ushul I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah (jilid 1, halaman 197).

📍 ثم اعلم أن أبا حاتم رحمه الله إنما يتكلم عن أصناف المخالفين بالنسبة للسنة وأهلها فذكر من علاماتهم الوقيعة في أهل الأثر ونسبت القوم إلى الآثار مقصودة في كلامه بدليل ذكرها خاصة دون غيرها في تلك الجملة مع التعبير عنهم بغيرها في قوله "أهل السنة" أي أن وقيعة المبتدعة في أهل الأثر إنما هي لاستمساكهم بالآثار وأنهم من أهلها هذا من وجه. 

📍 Penting untuk diketahui bahwa Abu Hatim, semoga Allah merahmatinya, sedang berbicara tentang berbagai jenis orang yang menyimpang dari penyandaran kepada Sunnah dan Ahlus Sunnah. Oleh karena itu, ia menyebutkan dari tanda-tanda mereka adalah celaannya kepada Ahlul Atsar. Dan penyebutan kaum tersebut dikaitkan dengan atsar yang dimaksudkan dalam ucapannya. Dengan menyebutkannya secara khusus tanpa menyebut yang lain dalam kalimat tersebut, serta menyebutkan mereka dengan istilah "ahlus sunnah" di luar kalimat tersebut. Yakni, celaan mubtadi'ah kepada ahlul atsar hanyalah disebabkan karena mereka memegang teguh atsar-atsar salaf. Ini satu sisi.

والوجه الآخر ترى أنه ذكرهم على وجه الاجتماع فقال أهل الأثر ثم قال أهل السنة ونحو ذلك ولم يخصص فردا أو عالما أو إماما  وهذا واضح .

Di sisi lain, bahwa Abu Hatim menyebut mereka secara umum, maka dia berkata "ahlul atsar" kemudian "ahlus sunnah" dan semisalnya. Tidak ada pengkhususan pada satu individu tertentu, seorang 'alim tertentu atau imam tertentu. Hal ini sangat jelas.

فيتلخص لنا من الوجهين السابقين أن علامة المبتدعة الوقيعة في أهل الأثر والسنة بسبب ما هم عليه من التمسك بالآثار والسنن وليس بسبب اجتهاد آحادهم أو رأيه الخاص !

Kesimpulan dari kedua pernyataan tersebut adalah bahwa ciri dari mubtadi' adalah celaan yang ditujukan kepada ahlul atsar dan sunnah, karena apa yang ada pada mereka dari sikap memegang teguh ajaran-ajaran yang berasal dari atsar salaf dan sunnah-sunnah nabi, bukan karena disebabkan ijtihad individu mereka atau pendapat pribadi semata.

وهذه الوقيعة تستلزم أن تكون  في جل أهل الأثر والسنة وليس فردا أو عالما بعينه وهذاواضح .

Dan celaan ini mempunyai konsekuensi berlaku bagi orang-orang mulia dari Ahlus Atsar dan Sunnah, yang tidak hanya terbatas pada individu tertentu atau ulama tertentu, dan ini jelas-jelas terlihat.

📍بل إن الناظر المنصف يعلم أنه أراد وقيعتهم في أهل الأثر  بسبب تلك الأصول العقدية التي يتفقون عليها

 ولذا ذكر مسألة الأخذ بالسنن واتباع الآثار "دعوى أنهم حشوية" ، ومسألة التعطيل وإثبات الصفات " دعوى أنهم مشبهة" ، ومسألة القدر وأفعال العباد " دعوى أنهم مجبرة" ، ومسألة الإيمان و زيادته ونقصانه "دعوى انهم نقصانية "،ومسألة الصحابة وآل البيت " دعوى أنهم نواصب . 

Orang yang objektif pasti tahu bahwa tujuan celaan mereka pada Ahlul Athar (pengikut hadis) adalah karena prinsip-prinsip aqidah yang mereka sepakati. 

Oleh karena itu, dia menyebut masalah mengambil hadis dan mengikuti jejak para pendahulu (salaf) dengan klaim bahwa hal itu "merupakan doktrin hasyawiyah", serta masalah ta'thil dan menetapkan sifat-sifat Allah dengan klaim bahwa hal itu "bermakna bahwa para pengikut salaf meyakini sifat-sifat Allah yang mirip dengan makhluk ciptaan-Nya (musyabihah)," juga masalah qadar (takdir) dan perbuatan hamba dengan klaim hal itu "bermakna bahwa para pengikut salaf meyakini bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas (mujabbiroh)," dan masalah iman dan penambahan dan pengurangannya dengan klaim hal itu "bermakna bahwa para pengikut salaf meyakini keberadaan kekurangan dalam keimanan," serta masalah sahabat Nabi dan keluarga Nabi dengan klaim hal itu "bermakna bahwa mereka nawashib"

فهذه خمس مسائل هي من ضمن أصول أهل السنة والجماعة المجمع عليها فيما بينهم لم يخالفهم فيها إلا من وقع في بدعة بغض النظر عن حكمه وحاله.  

Kelima masalah ini merupakan bagian dari prinsip-prinsip Ahlul Sunnah wal Jama'ah yang disepakati. Mereka yang berada di luar prinsip-prinsip tersebut dianggap telah jatuh ke dalam bid'ah, terlepas dari keadaan atau status mereka.

📍ولم يقصد بحال أنه إذا اختلف بعض العلماء المعروفين بالسنة في مسألة علمية كانت أو عملية وكان الخلاف راجع إلى إلى أدلة و قرائن قد تظهر لقوم ولا تظهر لآخرين ثم بلغ الخلاف أن وقع بعضهم على الآخر أن هذا من علامات البدعة !  فضلا أن يستلزم التبديع! إذ أن كلا الطرفين يقصد اتباع الأثر والأخذ بالدليل واتباع الصواب ! 

Tidak dimaksudkan dengan ini : jika beberapa ulama yang dikenal dengan sunnah berbeda pendapat dalam masalah ilmiah atau praktis, dan perbedaan itu kembali kepada dalil-dalil dan petunjuk yang mungkin terlihat bagi beberapa orang dan tidak terlihat bagi yang lain, kemudian perbedaan pendapat mencapai titik di mana sebagian dari mereka mencela, dianggap sebagai tanda-tanda bid'ah! Tidak, bahkan ini seharusnya tidak berarti bid'ah sama sekali yang melazimkan tabdi'! Karena kedua belah pihak bermaksud untuk mengikuti atsar dan mengambil dalil serta mengikuti kebenaran.

فغاية ما يقال في هكذا حال أن بعضهم اجتهد فأخطأ وآخر أجتهد فأصاب واما الوقيعة فإلى الله تعالى شأنها.  

Intinya, dalam situasi seperti ini, ada yang berusaha dan salah, ada yang berusaha dan benar. Namun, apabila terjadi perbedaan pendapat yang sulit dipecahkan dan muncul celaan satu sama lain, maka urusannya terserah sepenuhnya kepada Allah ta'ala.

📍وهذا حاصل في كثير من المتقدمين سلفا وخلفا وليس شرطا قط أن تكون تلك الوقيعة مؤدية إلى التبديع مطلقا بدليل أن الإمام الحافظ أبى حاتم نفسه رحمه الله لم يبدعه أحد. وكان قد وقع في جمع من الأفاضل بل بعضهم من رجال الصحيح! بل ترك صاحب الصحيح نفسه كما هو معلوم في محنة خلق أفعال العباد. وقد قال في الإمام مسلم رحمه الله "صدوق" ولم يرفعه الى ثقة !  لتشدده في الجرح ولم يقبل منه ذلك أهل العلم ولم يلزم من ذلك تبديعه أو تبديع من وقع فيهم أصلا على نحو مطلق .

📍Hal ini sering terjadi pada banyak ulama terdahulu dan yang kemudian, namun tidak selalu berarti bahwa wacana tersebut mengarah pada bid'ah, sebab sebagaimana kita ketahui bahwa Imam al-Hafizh Abu Hatim sendiri -semoga Allah merahmatinya- tidak pernah disebutkan bid'ah oleh siapa pun. Bahkan, beliau pernah terjebak dalam suatu kesulitan dalam masalah perbuatan manusia dan meninggalkannya begitu saja. Dalam hal Imam Muslim -semoga Allah merahmatinya- dikatakan sebagai "Shaduq" (terpercaya) dan tidak dinaikkan ke tingkat "Thiqah" (dapat dipercaya) karena ketegasannya dalam mengecam perbuatan buruk. Namun, hal itu tidak membuat ulama menuduhnya sebagai orang yang melakukan bid'ah, dan begitu pula pada orang-orang yang dianggap telah terjebak dalam wacana tersebut.

ولذا قال الذهبي رحمه الله في تذكرة الحفاظ (2|420): «قد عُلِمَ تعنُّت أبي حاتم في الرجال». 

وقال في السير (13|81): «يُعجبُني كثيراً كلام أبي زُرعة في الجرح والتعديل. يَبِيْنُ عليه الورَع والمَخبِرة ، بخلاف رفيقه أبي حاتم، فإنه جَرّاح».

Karena itu, Al-Dhahabi (rahimahullah) berkata dalam "Tadzkirat al-Huffaz" (2/420), "Telah diketahui kekerasan hati Abu Hatim dalam mengkritik para perawi."

Dan dia juga berkata dalam "Al-Siyar" (13/81), "Saya sangat kagum dengan ucapan Abu Zur'ah dalam ilmu jarh dan ta'dil. Ia menunjukkan wara' dan kecermatannya, berbeda dengan rekannya Abu Hatim yang lebih banyak melakukan jarh."

وقال في السير (13|260): «إذا وَثَّقَ أبو حاتم رجلاً فتمسّك بقوله. فإنه لا يوثِّق إلا رجلاً صحيح الحديث. وإذا لَيَّن رجلاً أو قال فيه "لا يُحتجُّ به"، فتوقف حتى ترى ما قال غيره فيه، فإن وثقه أحدٌ، فلا تبنِ على تجريح أبي حاتم، فإنه مُتَعَنِّتٌ في الرجال، قد قال في طائفةٍ من رجال الصحاح "ليس بحجة"، "ليس بقوي"، أو نحو ذلك». 

Dia juga berkata dalam Al-Siyar 13/260 : "Abu Hatim Al-Razi, jika ia mempercayai seorang individu, maka teguhkanlah perkataannya. Karena ia hanya mempercayai individu yang memiliki hadis yang shahih. Namun jika ia meragukan seorang individu atau berkata tentangnya 'tidak boleh dijadikan hujjah (dalil)', maka hendaklah menunggu sampai melihat apa yang dikatakan oleh orang lain mengenainya. Jika ia kemudian mempercayai individu tersebut, maka janganlah menolaknya karena caci maki Abu Hatim. Karena ia begitu ketat dalam menilai perawi hadis, bahkan beliau pernah berkata tentang sekelompok perawi hadis yang 'tidak dijadikan hujjah', 'tidak kuat', atau sejenisnya."

وقال ابن حجر في مقدمة الفتح (ص441): «أبو حاتم عنده عَنَتٌ». 

قال ابن تيمية في مجمع الفتاوى (24|350): «و أما قول أبي حاتم "يكتب حديثه ولا يحتج به"، فأبو حاتم يقول مثل هذا في كثير من رجال الصحيحين، وذلك أن شرطه في التعديل صعب، والحجة في اصطلاحه، ليس هو الحجة في اصطلاح جمهور أهل العلم».

Sementara itu, Ibn Hajar dalam Muqaddimah Al-Fath (hal. 441) menyatakan, "Abu Hatim padanya ada sifat yang terlalu ketat dalam menilai rawi."

Ibn Taymiyyah dalam Majmu' Al-Fatawa (24|350) mengatakan, "Adapun perkataan Abu Hatim bahwa hadis seseorang dapat ditulis namun tidak bisa dijadikan hujjah, maka Abu Hatim sering mengatakan hal serupa tentang banyak perawi hadis yang shahih. Hal ini disebabkan karena persyaratan yang diterapkan Abu Hatim dalam menilai para perawi sangatlah ketat, sehingga kriteria hujjah menurutnya berbeda dengan kriteria hujjah yang dipegang oleh mayoritas ulama."

فهذا كله ليس منزل في الوقيعة التي قصدها أبو حاتم رحمه الله في كلامه إذ أنه من الاجتهاد في الدين وهم بين مصيب ومخطئ، وإنما هو منزل على الوقيعة التي يقع فيها أهل الباطل في أهل الحق لاستمساكهم بالسنن والآثار لا بمطلق اجتهادات و آراء آحادهم . 

Ini semua tidak berlaku untuk situasi (celaan) yang dimaksud oleh Abu Hatim dalam pernyataannya (ini: "Diantara tanda ahlul bid'ah adalah celaannya pada ahlul atsar") , karena kondisinya masuk bidang ijtihad dalam agama dan bisa menjadi benar atau salah. 

Pernyataannya tersebut hanya berlaku untuk situasi di mana orang-orang yang salah mengambil posisi di antara orang-orang yang benar dengan mengandalkan ijtihad mereka sendiri dan pendapat-pendapat individu mereka, bukan pada sumber-sumber hukum yang mapan seperti sunnah dan hadis.

والله أعلم.  


Selesei diterjemahkan, walhamdulillah. Selasa, 25/04/2023


TRENDING