} h3.post-title{ text-align: center; } .post-title {text-align:center;} -->

ILMU PERBANDINGAN MAZHAB: JALAN KELUAR DARI KEJUMUDAN BERAGAMA

Ahli Panel : Asy-Syaikh Ahmad Banajah Hafidzahullah Arsip 05/2025 Forum Perkampungan Sunnah Seri ke-10, digelar resmi oleh Kerajaan Negeri Perlis

Mengapa umat Islam saling menyalahkan hanya karena tidak sepakat soal qunūt, basmalah, atau jumlah rakaat tarawih? Apakah benar semua pendapat selain milik guru kita adalah keliru—bahkan sesat? Tadzkirah ini adalah pelajaran penting tentang betapa luasnya warisan keilmuan Islam dan bahayanya sikap sempit terhadap perbedaan. Melalui pendekatan ilmiah bernama fiqh al-muqāran (ilmu perbandingan mazhab), kita diajak keluar dari kejumudan dan kembali kepada keluasan rahmat Allah dalam memahami syariat-Nya.



📘 Pengantar 

Dalam sejarah peradaban Islam, umat tidak hanya diuji dengan kebodohan, tetapi juga dengan sikap jumud—yakni kekakuan berpikir dalam memahami agama. Kejumudan sering muncul bukan karena kekurangan ilmu, tetapi karena fanatisme terhadap satu pendekatan saja. Ketika seseorang merasa bahwa hanya mazhab atau guru yang ia ikuti yang benar, maka ia telah menutup kemungkinan kebenaran datang dari selain itu.

Ilmu perbandingan mazhab hadir sebagai alat intelektual untuk membuka wawasan, bukan membingungkan. Ia mengajarkan bahwa perbedaan dalam fikih adalah bagian dari dinamika keilmuan yang sah dan bahkan diberkahi. Tadzkirah ini secara lugas dan bernas memaparkan dua hal utama:

  1. Bahwa dua pertiga hukum fikih merupakan wilayah khilafiyah (perbedaan pandangan ulama).

  2. Bahwa fanatisme mazhab adalah sumber kejumudan yang menyebabkan perpecahan dan kebencian atas nama agama.

Tadzkirah ini juga menekankan pentingnya memahami kapan kita boleh melakukan inkar al-munkar dan kapan kita hanya melakukan amr bil ma’ruf, terutama dalam perkara khilaf yang masih menjadi ruang toleransi ilmiah.


📚 Ringkasan Faedah Tadzkirah


1️⃣ Mazhab adalah Pilihan Ijtihadiyah, Bukan Kebenaran Mutlak

Mazhab bukanlah agama tersendiri, melainkan hasil ijtihad dari para ulama besar terhadap teks wahyu. Ketika seseorang fanatik kepada satu mazhab hingga menolak pendapat lain yang juga berlandaskan dalil, ia sedang menutup pintu ijtihad dan membekukan dinamika keilmuan Islam.

📌 “Mazhab adalah jalan memahami hukum, bukan satu-satunya jalan menuju kebenaran.”


2️⃣ Perbedaan adalah Fitrah, Bukan Penyimpangan

Perbedaan pandangan dalam masalah furu’ (cabang) adalah hal yang lumrah dalam Islam. Ulama pun berbeda dalam hal membaca basmalah dalam Al-Fatihah, doa qunūt, penggunaan speaker untuk adzan, dan seterusnya. Masing-masing memiliki hujjah.

🧭 “Umat tidak berpecah karena beda pendapat, tapi karena gagal menyikapi perbedaan dengan adab.”


3️⃣ Fanatisme adalah Wujud Praktis dari Kejumudan

Fanatisme (taʿaṣṣub) terjadi ketika seseorang hanya menerima pandangan guru atau kelompoknya dan menolak semua yang berbeda tanpa meneliti hujjahnya. Ini adalah bentuk kejumudan, yaitu ketidakmampuan menerima keberagaman ilmiah.

🚫 “Menolak pandangan lain tanpa alasan ilmiah adalah bentuk kedangkalan berpikir, bukan kekuatan prinsip.”


4️⃣ Ilmu Perbandingan Mazhab Membuka Wawasan dan Menyatukan Umat

Fiqh al-muqāran tidak dimaksudkan untuk membingungkan umat, tetapi untuk menguatkan pemahaman dan memupuk sikap saling menghargai. Ia mengajarkan kita bagaimana menyatukan umat dalam keberagaman.

🤝 “Tujuan ilmu ini bukan menyamakan semua pandangan, tetapi menghargai perbedaan dengan adab.”


5️⃣ Sikap Bijak dalam Masalah Khilafiyah: Amr Ma’ruf, Bukan Inkar Munkar

Dalam perkara khilafiyah, pendekatan yang digunakan bukanlah penolakan mutlak, melainkan nasihat dengan penuh hikmah. Allah menyebut amr bil ma’ruf terlebih dahulu sebelum nahi al-munkar—menunjukkan urgensi kebaikan dalam menyikapi perbedaan.

🌿 “Dalam 2/3 persoalan fikih, yang kita butuhkan adalah penguatan, bukan penolakan.”


6️⃣ Imam-Imam Mazhab Sendiri Tidak Pernah Fanatik

Para imam mazhab saling menghormati. Imam Ahmad memuliakan Imam Syafi’i, Imam Syafi’i menyanjung Imam Malik. Mereka berbeda pendapat, tetapi tidak saling membatalkan satu sama lain. Justru murid zaman sekarang yang sering fanatik secara berlebihan.

🌟 “Jika para imam besar saja saling menghargai dalam perbedaan, mengapa kita yang bukan siapa-siapa berani saling membatalkan?”


7️⃣ Kejumudan Adalah Akibat dari Salah Tempat Menggunakan Ilmu

Ilmu yang tidak disertai adab akan melahirkan kebekuan dan perpecahan. Bahkan ilmu bisa menjadi alat untuk menindas dan memecah umat jika digunakan tanpa panduan hikmah. Inilah yang dilakukan oleh ahli kitab hingga Allah melaknat mereka.

⚖️ “Ilmu tanpa adab melahirkan kezaliman. Fanatisme adalah bentuk kezaliman terhadap umat dan kebenaran.”


8️⃣ Kita Tidak Sedang Membela Kebenaran, Tapi Sekadar Pendapat Ustadz

Ketika seseorang menganggap hanya gurunya yang benar, padahal para ulama besar telah berbeda dalam masalah itu jauh sebelum ustadznya lahir, maka sebenarnya ia hanya membela nama, bukan membela haq.

🧩 “Kebenaran bukan milik personal atau kelompok. Ia milik Allah dan datang dari dalil, bukan dari siapa yang menyampaikan.”


🏁 Penutup: Islam Itu Luas, Jangan Dipersempit oleh Fanatisme

Tadzkirah ini adalah panggilan untuk membebaskan akal dan iman dari sempitnya cara pandang yang hanya melihat dari satu sudut. Kita tidak diajarkan untuk menolak mazhab, tetapi untuk memahaminya dengan bijak, dan menempatkannya dalam ruang ilmiah yang sehat.

🎧 Dengarkan tadzkirah ini secara lengkap, karena bisa jadi inilah awal dari keluasan berpikir Anda dalam beragama. Islam itu lapang—jangan biarkan sempitnya pikiran memecah ukhuwah kita.



TRENDING