🔸 Daurah Ilmiah “Bersama Tokoh Ilmuwan Negara Yaman ke Perlis” 🔸 Yang Berbahagia Sheikh Dr. Abdullah bin Umar bin Mar’i (Pengerusi Lembaga Pemegang Amanah Universiti Islam Antarabangsa Yaman & Pengelola Dar al-Hadith al-Fiyush dan al-Shihr, Yaman). Siaran ini dikuasakan oleh Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Perlis (MAIPs).
Penerjemah: Asy-Syaikh Ahmad Banajah hafidzahullah - Sesi 1 Pagi 06/08/2025 Masjid Alwi Kangar, Negeri Perlis
Translate dalam Bahasa Indonesia/Malay + English. Sesi-1, Sesi-2, Sesi-3, Sesi-4, Sesi-5
🧭 Pengantar
🔍 Tahukah Anda, bahwa salah satu penyebab terbesar penyimpangan dalam agama adalah kesalahan dalam memahami siapa itu Allah? Bukan karena kurangnya keyakinan, tapi karena kekeliruan dalam menggambarkan-Nya—entah dengan menyerupakan-Nya dengan makhluk, menolak nama-nama-Nya, atau mengosongkan makna sifat-sifat-Nya.
📖 Dalam khazanah Islam, bab Asmā’ wa Ṣifāt (nama-nama dan sifat-sifat Allah) bukan hanya cabang dari ilmu aqidah. Ia adalah inti dari Tawḥīd al-Maʿrifah wal-Ithbāt—sebuah jenis tauhid yang menjadi pondasi segala bentuk ibadah. Tanpa pengenalan yang benar terhadap sifat-sifat Allah, maka seluruh bangunan iman menjadi rapuh. Bagaimana mungkin seorang hamba dapat beribadah kepada Rabb yang tidak dikenalnya dengan benar?
🧠 Sayangnya, sejarah Islam mencatat bagaimana banyak kelompok, dari Jahmiyyah hingga Asyā’irah, terjatuh dalam kesalahan besar karena membiarkan akal mendikte teks wahyu. Mereka menolak bahwa Allah memiliki “tangan”, “wajah”, atau bahwa Allah “berbicara”, karena mengira itu menyerupakan-Nya dengan makhluk. Padahal, para ulama salaf telah meletakkan prinsip kokoh:
“Nama-Nya kami tetapkan, makna-Nya kami imani, hakikat-Nya kami serahkan kepada-Nya. Tidak kami samakan, tidak pula kami gambarkan.”
📚 Kajian ilmiah ini—yang berangkat dari kitab al-Qawāʿid al-Muthlā fī Ṣifāt Allāh wa Asmāʾih al-Ḥusnā—menjadi jalan penting untuk menjernihkan pemahaman umat. Di dalamnya dibahas prinsip-prinsip utama seperti:
-
Seluruh nama Allah adalah ḥusnā (paling indah) dan menunjukkan sifat kesempurnaan.
-
Nama-nama Allah adalah ʿalām wa ṣifāt (penunjuk dzat dan sifat sekaligus).
-
Tidak ada nama atau sifat yang ditetapkan kecuali berdasarkan dalil wahyu (tawqīfī).
-
Penetapan dilakukan tanpa taḥrīf, taʿṭīl, takyīf, maupun tamtsīl.
✨ Menariknya, penjelasan kaidah tidak berhenti pada teori. Daurah ini membawa pembaca/pendengar menyelami makna tersirat di balik nama-nama seperti al-Ḥayy, al-ʿAzīz, al-Ḥakīm, as-Samīʿ, hingga al-Khāliq. Masing-masing membawa pelajaran teologis, spiritual, dan bahkan praktikal dalam menjalani kehidupan.
💥 Dan yang paling menyentuh: Kajian ini juga menyingkap bahaya pemikiran rasionalis dan filsafat Yunani yang meracuni sebagian pemikir Muslim hingga kini—menggiring mereka pada sikap beragama tanpa tunduk pada wahyu.
📌 Mengapa Ini Penting?
📍 Karena mengenal Allah dengan benar adalah syarat untuk mencintai-Nya.
📍 Karena iman yang kuat hanya lahir dari ma’rifah yang lurus.
📍 Karena banyak kerusakan dalam ibadah dan akhlak umat, bersumber dari
kekeliruan dalam memahami siapa Rabb-nya.
🌱 Maka inilah saatnya kembali kepada pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kembali kepada metode salaf yang tidak menolak akal, tapi menjadikannya tunduk kepada wahyu. Kajian ini bukan hanya untuk para penuntut ilmu, tapi juga untuk siapa pun yang ingin menyembah Allah dengan ilmu, bukan dengan dugaan.
📚 Kaidah-Kaidah Penting dalam Mengenal Nama dan Sifat Allah
🥇 Kaidah Pertama: Nama-Nama Allah Seluruhnya Indah (أَسْمَاؤُهُ كُلُّهَا حُسْنَى)
💡 “Semua Nama Allah adalah husnā – seindah-indah nama yang menunjukkan kesempurnaan.”
-
📌 Setiap nama Allah:
-
Mengandung makna kesempurnaan dan keagungan.
-
Tidak mengandung kekurangan sedikit pun.
-
Contoh: "الحيّ" (Al-Ḥayy) menunjukkan kehidupan sempurna yang tidak diawali dengan ketiadaan dan tidak berakhir dengan kematian.
-
-
✨ Jika nama digabung seperti "العزيز الحكيم":
-
Menunjukkan makna kesempurnaan gabungan: keperkasaan yang penuh kebijaksanaan, bukan kezaliman sebagaimana makhluk.
-
🥈 Kaidah Kedua: Nama Allah adalah Simbol dan Sifat (أَعْلَامٌ وَصِفَاتٌ)
🎯 Nama Allah berfungsi:
-
Sebagai ‘alām (simbol) – menunjukkan Zat Allah yang Maha Suci.
-
Sebagai ṣifāt (sifat) – menunjukkan sifat yang terkandung dalam nama tersebut.
📎 Contoh:
-
"الحيّ" menunjukkan Zat Allah dan sifat hidup-Nya.
-
"السميع" menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat mendengar.
❗ Peringatan terhadap Ahlul Bid’ah: Mereka menolak makna sifat dari nama Allah, seperti mengatakan “Allah Sāmī‘ tanpa mendengar.” Ini bertentangan dengan dalil dari Al-Qur’an, Sunnah, bahasa Arab, akal sehat, dan ijma’.
🥉 Kaidah Ketiga: Nama Allah yang Mengandung Sifat Aktif Menunjukkan Tiga Hal
🧩 Jika nama menunjukkan perbuatan (muta‘addī):
-
Nama itu tetap menjadi nama bagi Allah.
-
Mengandung sifat yang sesuai.
-
Menunjukkan konsekuensi dan hukum dari sifat tersebut.
🔍 Contoh:
-
"السميع" (Yang Maha Mendengar) → menunjukkan bahwa Allah:
-
Bernama As-Samī‘
-
Mempunyai sifat as-sam‘ (pendengaran)
-
Mampu mendengar segala sesuatu: rahasia dan terang-terangan
-
📌 Nama non-aktif (lazim) menunjukkan dua hal saja:
-
Nama itu sendiri dan sifat yang terkandung.
-
Contoh: "الحيّ" → menunjukkan nama dan sifat hidup
🏅 Kaidah Keempat: Dalālah Nama Allah Ada Tiga Jenis
🧠 1. Dalālah Muṭābaqah:
Nama menunjukkan seluruh makna sekaligus.
🧠 2. Dalālah Taḍammun:
Nama menunjukkan sebagian makna.
🧠 3. Dalālah Iltizām:
Nama menunjukkan makna yang menjadi keharusan logis dari nama itu.
💬 Contoh: "الخالق"
-
Muṭābaqah → menunjukkan Allah sebagai Pencipta dengan kekuasaan-Nya.
-
Taḍammun → menunjukkan makna mencipta.
-
Iltizām → menunjukkan adanya ilmu dan qudrah (kemampuan) yang diperlukan untuk mencipta.
🏆 Kaidah Kelima: Nama-Nama Allah adalah Tauqīfiyyah (Bersumber dari Wahyu)
🚫 Tidak boleh kita menamakan Allah dengan nama yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
📝 Landasan:
-
📖 “Jangan mengikuti apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Isra’: 36)
-
Hadits-hadits shahih melarang berbicara tentang agama tanpa ilmu.
-
Bahasa Arab dan akal sehat juga menunjukkan kita tidak bisa menyifati Zat Allah kecuali dengan dalil.
📛 Peringatan:
-
Banyak kelompok sesat seperti Jahmiyyah, Mu’tazilah, Asy’ariyyah, dsb, sesat karena lebih mendahulukan logika daripada wahyu dalam bab ini.
📚 Contoh pengingkaran logika yang batil:
-
Mengatakan “Allah Sāmī‘ tapi tidak punya pendengaran” karena jika punya maka menyerupai makhluk.
-
Padahal Allah tidak seperti makhluk: “لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ” (QS. Ash-Shura: 11)
🧭 Manhaj Ahlus Sunnah dalam Asmā’ wa Ṣifāt
✅ Menetapkan semua Nama dan Sifat Allah sebagaimana disebutkan dalam
wahyu.
✅ Tanpa taḥrīf (mengubah
makna), ta‘ṭīl (menolak),
takyīf (menentukan
bentuk), dan
tamṡīl (menyerupakan
dengan makhluk).
✅ Beriman kepada semua nama dan sifat secara lafazh dan makna.
✅ Tidak mengqiyaskan Allah dengan makhluk.
📌 Prinsip ini berangkat dari fondasi utama:
“القول في الصفات فرع عن القول في الذات”
“Pembicaraan tentang sifat mengikuti pembicaraan tentang dzat.”
🔚 Penutup
🌿 Daurah ini menekankan urgensi memahami nama dan sifat Allah dengan metode yang benar:
-
Berdasarkan dalil wahyu (naqlī): Al-Qur’an & Sunnah.
-
Dipahami menurut manhaj salaf: para sahabat dan ulama terdahulu.
-
Disertai penguatan akal sehat (‘aqlī) dan bahasa.
📖 Membuka jalan untuk mengokohkan iman dalam Tauhid Asma wa Sifat, sebagai pondasi makrifatullah dan jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Semoga faedah ini menjadi ilmu yang bermanfaat dan mengokohkan aqidah kita dalam mengenal Allah سبحانه وتعالى secara benar.
✨ “Barang siapa mengenal Allah dengan Nama dan Sifat-Nya secara benar, maka dia akan mengenal Rabbnya dan ibadahnya pun akan lebih sempurna.”