الأخذ عن من عرف عنه الوقوع في بدعة
MENGAMBIL ILMU ATAU MANFAAT ILMIAH DARI ORANG YANG DIKETAHUI TERJATUH DALAM BID'AH
Terjemah bebas dari:
https://t.me/collectionofqnawithahmadbanajah/1490
السائل : السلام عليكم ورحمة الله وبركاته. هل يفرق بين قراءة كتب من عرف ببدعة ( لأجل الإستفادة) وبين مجالستهم ؟ أو كلاهما لا يجوز ؟
Penanya: Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Apakah ada perbedaan antara membaca buku-buku dari seseorang yang diketahui terjerumus dalam bid'ah (untuk mendapatkan manfaat) dan duduk bersama dengan mereka (mulazamah ilmu)? Atau keduanya tidak diperbolehkan?
الجواب :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Jawabannya:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
📍أولا :
اعلم أن الأصل في الأخذ عن أهل البدع ومجالستهم هو المنع سدا لذريعة الضرر وهذا المعنى هو الذي دل عليه قول الله تعالى : ﴿وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ الآية ﴾ [الأنعام:٦٨].
📍Pertama-tama:
Ketahuilah bahwa prinsip asalnya dalam mengambil ilmu dari orang-orang yang terjerumus dalam bid'ah dan bergaul dengan mereka adalah terlarang, dalam rangka untuk mencegah terjadinya bahaya. Ini adalah makna yang disampaikan oleh firman Allah ta'ala: "Dan apabila kamu melihat orang-orang yang berbicara tentang ayat-ayat Kami dengan mengolok-olokkan, maka berpalinglah dari mereka..." (QS. Al-An'am: 68).
Dan ketahuilah bahwa meninggalkan mengambil ajaran dari mereka hanyalah cabang yang dibangun di atas prinsip Salafi, yaitu meninggalkan mereka dan meninggalkan kebatilan yang mereka anut. Hal ini telah disebutkan dalam hadis dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Seseorang itu akan mengikuti agama temannya, maka hendaknya kalian memperhatikan siapa yang kalian jadikan teman." Dan dari Ibnu Abbas ra. berkata: "Janganlah kalian bergaul dengan orang-orang yang menyimpang dari kebenaran (ahli ahwa'), karena bergaul dengan mereka adalah penyakit bagi hati." Dan telah diriwayatkan dari Hasan dan Ibnu Sirin bahwa mereka berdua berkata: "Janganlah kalian bergaul dengan pengikut-pengikut ahwa' (yang sesat), dan janganlah kalian membantah mereka, dan janganlah kalian mendengarkan mereka."
📍ثانيا:
اعلم أن التفريق بين القراءة والمشافهة كما جاء في كلامك ليس صحيحا على إطلاقه إذ أن ذلك يعتمد على ماهية الملقي والمتلقي فتارة قد تكون القراءة أشد أثرا على البعض من المشافهة وتارة العكس وهو الأغلب…
📍 Kedua:
Ketahuilah bahwa membedakan antara membaca dan berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki bid'ah seperti yang kamu katakan tidak benar secara umum. Hal ini tergantung pada sifat pembicara dan penerima informasi, karena terkadang membaca dapat memiliki pengaruh yang lebih kuat daripada berinteraksi dan sebaliknya.
فكل بحسبه إذا فالحكم يكاد يكون متطابقا بينهما.
📍ثالثا :
هناك فرق بين المفاعلة ومطلق الفعل ، فمطالعة كتب أهل البدع ومجالستهم ومدارستهم إلخ لا شك أنها أخطر وأضر وأبعد وأصرح في المنع المذكور آنفا لأن فيها مادة مفاعلة التي تدل على المداومة والمكاثرة . وأما مطلق الفعل مثل الجلوس والأخذ والنظر والاستفادة ونحو ذلك فهي أخف من الأولى وهذا واضح .
📍Tiga:
Perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan antara reaksi dan tindakan yang mutlak. Membaca buku-buku Ahlul Bid'ah, bergaul dengan mereka, mempelajari pendapat mereka, dan sejenisnya tentu lebih berbahaya, merusak, jauh, dan jelas dalam hal pelarangan yang telah disebutkan sebelumnya karena di dalamnya terdapat unsur reaksi yang menunjukkan keberlanjutan dan pengulangan. Sedangkan tindakan seperti duduk, mengambil manfaat, melihat, dan sejenisnya lebih ringan dari yang pertama dan ini jelas.
📍رابعا :
وقولنا " الأصل " لأنها قضية يتفرع منها أحوال يرتفع فيها ذلك المنع لتحقق المصلحة الراجحة كما أثبت ذلك لسان حال ومقال أكثر السلف رحمهم الله تعالى ولذا قال الإِمَامُ البَغَوِيُّ رَحِمَهُ اللهُ فِي شَرحِ السُّنَةِ (وَكَذَلِكَ اخْتَلَفُوا فِي رِوَايَةِ الْمُبْتَدِعَةِ، وَأَهْلِ الأَهْوَاءِ، فَقَبِلَهَا أَكْثَرُ أَهْلِ الْحَدِيثِ، إِذَا كَانُوا فِيهَا صَادِقِينَ، فَقَدْ حَدَّثَ مُحَمَّدُ بْنُ إسماعيل عن عَبَّادِ بْنِ يَعْقُوبَ الرَّوَاجِنِيِّ، وَكَانَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ خُزَيْمَةَ، يَقُولُ: حَدَّثَنَا الصَّدُوقُ فِي رِوَايَتِهِ الْمُتَّهَمُ فِي دِينِهِ عَبَّادُ بْنُ يَعْقُوبَ.
📍Keempat:
Kami mengatakan "prinsip asal" karena ini adalah masalah yang cabang-cabangnya mengharuskan pelarangan untuk mencapai manfaat yang lebih besar, seperti yang diakui oleh lisan dan tulisan sebagian besar orang terdahulu rahimahumullah. Karena itu, Imam al-Baghawi dalam penjelasan atas hadis mengatakan, "Mereka juga berselisih tentang meriwayatkan hadis dari orang yang dianggap mubtadi (penyeleweng dalam agama) atau ahli bid'ah. Kebanyakan ahli hadis menerima riwayat dari orang semacam itu jika mereka dianggap jujur. Oleh karena itu, Muhammad bin Isma'il meriwayatkan dari Abbad bin Ya'qub al-Rawajini, dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, 'Al-Saduq meriwayatkan dalam riwayatnya orang yang dituduh sebagai mubtadi dalam agamanya yaitu Abbad bin Ya'qub.'"
وَاحْتَجَّ أَيْضًا الْبُخَارِيُّ فِي الصَّحِيحِ بِمُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ الأَلْهَانِيِّ، وَحَرِيزِ بْنِ عُثْمَانَ الرَّحَبِيِّ، وَقَدِ اشْتَهَرَ عَنْهُمَا النَّصْبُ، وَاتَّفَقَ الْبُخَارِيُّ، وَمُسْلِمٌ عَلَى الاحْتِجَاجِ بِأَبِي مُعَاوِيَةَ مُحَمَّدِ بْنِ حَازِمٍ الضَّرِيرِ، وَعُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ مُوسَى، وَقَدِ اشْتَهَرَ عَنْهُمَا الْغُلُوُّ.
Dan Bukhari juga berhujjah dalam Shahih-nya dengan Muhammad bin Ziyad al-Alhani dan Hariz bin Utsman al-Rahbi, yang keduanya dikenal dengan nashibi. Bukhari dan Muslim sepakat untuk berhujjah dengan Abu Muawiyah Muhammad bin Hazim al-Dzariir dan Ubaidillah bin Musa, yang keduanya dikenal dengan ghuluw.
وَأَمَّا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ، فَيَقُولُ: «لَا يُؤْخَذُ حَدِيثُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ صَاحِبِ هَوًى، يَدْعُو النَّاسَ إِلَى هَوَاهُ، وَلا مِنْ كَذَّابٍ يَكْذِبُ فِي حَدِيثِ النَّاسِ، وَإِنْ كُنْتَ لَا تَتَّهِمُهُ بِأَنْ يَكْذِبَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» ، ذَكَرَ هَذَا الاخْتِلافَ فِي قَبُولِ رِوَايَةِ هَؤُلاءِ الْحَاكِمُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ فِي كِتَابِهِ.
Dan adapun Malik bin Anas, beliau berkata: "Hadis dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak diambil dari pengikut hawa nafsu, yang mengajak orang lain kepada hawa nafsunya, dan tidak pula dari pendusta yang berdusta dalam hadis manusia, meskipun engkau tidak menuduhnya berdusta atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam." Abu Abdillah al-Hafiz menyebut perbedaan dalam penerimaan riwayat dari orang-orang ini dalam bukunya.
وَسُئِلَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ يُكْتَبُ عَنِ الْمُرْجِئِ وَالْقَدَرِيِّ وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَهْلِ الأَهْوَاءِ؟ قَالَ: نَعَمْ إِذَا لَمْ يَكُنْ يَدْعُو إِلَيْهِ، وَيُكْثِرُ الْكَلامَ فِيهِ، فَأَمَّا إِذَا كَانَ دَاعِيًا، فَلا .اﻫ
Ahmad bin Hanbal ditanya apakah boleh menuliskan hadis dari orang-orang yang menyimpang seperti murji'ah, qadariyah, dan lain-lain dari golongan-golongan ahli bid'ah. Dia menjawab, "Ya, jika dia tidak mengajarkan (akidah menyimpang) dan tidak banyak bicara tentang itu. Tetapi jika dia seorang pengajarnya, maka tidak boleh."
إذا فهي نسبية و كل بحسبه لأن علة التحريم عموما هي الإضرار ، ويرتفع ذلك المنع متى ما تحققت المصلحة الراجحة وانتفى الضرر والحكم يدور مع علته وجودا وعدما .
Oleh karena itu, hal itu bersifat relatif dan setiap kasus akan dinilai berdasarkan keadaannya masing-masing karena alasan di balik pengharamannya secara umum adalah merugikan. Larangan itu dapat dicabut ketika keuntungan yang lebih besar tercapai dan kerugian tidak ada lagi, dan hukum berputar seiring dengan keberadaan atau ketiadaan alasan di baliknya.
والله أعلم .
📚 Alih bahasa : الهيئة العلمية المختصة للترجمة